NO | PROVINSI | 1990 | 1994 | 1997 | 1999 | 2003 | 2007 |
1 | Sumatra Utara | 61 | 61 | 45 | 41 | 42 | 46 |
2 | Sumatra Barat | 74 | 68 | 66 | 48 | 48 | 47 |
3 | DKI Jakarta | 40 | 30 | 26 | 24 | 35 | 28 |
4 | Jawa Tengah | 65 | 51 | 45 | 36 | 36 | 26 |
5 | Kalimantan Timur | 58 | 61 | 51 | 33 | 42 | 26 |
6 | Sulawesi Selatan | 70 | 64 | 63 | 36 | 47 | 41 |
7 | Bali | 51 | 58 | 40 | 31 | 14 | 34 |
8 | Nusa Tenggara Barat | 145 | 110 | 111 | 81 | 74 | 72 |
9 | Maluku | 76 | 68 | 30 | 40 | Na | 59 |
10 | Papua | 80 | 61 | 64 | 52 | Na | 36 |
Na : Tidak berlaku
Kesehatan dan gizi merupakan bagian dari indikator kesejahteraan penduduk dalam
hal kualitas fisik, salah satu indikator utama adalah angka kematian bayi (AKB) dan
angka harapan hidup. Berdasarkan SDKI (tabel 3.7) telah terjadi penurunan AKB
secara signifikan selama 4 tahun survei dari 66 per 100 kelahiran hidup pada tahun
1994 menjadi 39 per 100 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Provinsi Nusat Tenggara Barat ( 72 per 1000 KH) yang sebelumnya pada tahun 2002/03 merupakan provinsi dengan AKB tertinggi, ada sedikit perbaikan, namun demikian masih merupakan 3 (tiga) wilayah dengan AKB tertinggi. Beberapa faktor yang menyebabkan tinggi AKB, mengutif yang dilansir kompas cakupan beberapa imunisasi rutin yang wajib diberikan sesuai program pemerintah cenderung menurun. Hal ini mengakibatkan sejumlah penyakit
infeksi pada bayi, seperti campak, belum teratasi dan masih mengancam bayi yang
tidak diimunisasi.
Campak merupakan penyakit yang ditandai oleh demam tinggi dan adanya
bintik-bintik merah. Penyakit ini di dunia membunuh satu dari 1.000 kasus infeksi.
Tidak tercapainya target imunisasi hingga mencakup semua bayi, di beberapa
daerah, antara lain disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas
bahkan keliru terhadap imunisasi, terutama di perkotaan. Adapun di pedesaan
karena minimnya infrastruktur dan rendahnya cara hidup sehat.
Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada program-program penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai salah satu indikator penting dalam kesehatan masyarakat. AKB telah menurun dari 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2005, dan diproyeksikan terus menurun menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. AKB ini sangat penting, karena tinggiya AKB menunjukkan rendanya kualitas perawatan selama masa kehamilan, ssat persalinan, masa nifas, status gizi dan penyakit infeksi.
Berdasarkan laporan Analisa Uji Coba di Indonesia pada tahun 2005-2006 yang disusun oleh WHO yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI, tetanus juga masih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan maternal dan neonatal. Kematian akibat tetanus di Negara berkembang 135 kali lebih tinggi dari pada negara maju. Di Indonesia sekitar 9.8% (18032 bayi) dari 184 ibu kelahiran bayi menghadapi kematian : imunisasi tetanus tetap rendah.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, Tetanus Neonatrum (TN) merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi yang menempati urutan ke 5 dengan proporsi 5.5%. Kematian akibat kasus Tetanus Neonatrum (TN) disebabkan oleh infeksi basil tetani dalam bentuk spora tahan bertahun-tahun di tanah dan saluran cerna, oleh karena itu penyakit TN tidak dapat di basmi melainkan hanya di tekan angka kejadian TN himgga di bawah 1/10.000 kelahiran hidup. Salah satu factor risiko TN adalah tidak adanya kekebalan terhadap infeksi tetanus. Rwndahnya cakupan imunisani Tetanus terhadap ibu hamil di Indonesia menyebabkan kontribusi kematian karena TN terhadap kematian neonatal masih cukup tinggi yaitu 22%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar