Senin, 30 Mei 2011

Prospek Ekonomi Indonesia 2011

Perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan kondisi eksternal yang tetap kuat.
LKM triwulan-IV 2010 Bank Indonesia, Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, menyatakan pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 6,1%-6,5% tahun 2011 serta 6,1%-6,6% tahun 2012.
Peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi diprakirakan semakin meningkat, didorong berbagai faktor positif seperti potensi pencapaian investment grade serta perbaikan iklim investasi dan birokrasi.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga diprakirakan masih tetap tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya pendapatan dari upah, hasil ekspor, dan dukungan pembiayaan kredit dari perbankan.
Dari sisi eksternal, ekspor diprakirakan tumbuh kuat memenuhi peningkatan permintaan di negara-negara partner dagang.
Berdasarkan lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan terutama didukung oleh sektor industri; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Prospek Permintaan Agregat
Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh kuat pada kisaran 4,8%-5,3% pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 4,9%-5,4% pada tahun 2012.
Kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut didorong oleh berbagai faktor positif, terutama berupa peningkatan pendapatan masyarakat.
Pendapatan masyarakat yang meningkat berasal dari kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), perbaikan pendapatan aparat negara, dan kenaikan gaji karyawan perusahaan.
Sampai dengan November 2011, sudah terdapat penetapan kenaikan UMP tahun 2011 untuk beberapa provinsi.
Besaran kenaikan UMP tersebut berbeda-beda, sesuai tingkat inflasi dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) provinsi-provinsi tersebut.
Secara umum, besaran kenaikan UMP 2011 lebih tinggi dibanding  kenaikan UMP 2010.
Selain UMP, peningkatan konsumsi rumah tangga berasal dari perbaikan pendapatan aparat negara yang terdiri dari PNS, TNI, Polri, serta pensiunan.
Dalam anggaran belanja negara di APBN 2011, Pemerintah menetapkan kenaikan gaji pokok aparat negara dan pensiunan pada tahun 2011 sebesar 10%, lebih tinggi dibanding kenaikan pada tahun 2010 sebesar 5%.
Selain itu, gaji ke-13 tetap akan dibagikan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dimaksudkan untuk tetap mempertahankan daya beli rumah tangga aparat negara.
Dukungan terhadap konsumsi rumah tangga juga berasal dari pendapatan penjualan hasil ekspor.
Berdasarkan perkembangan beberapa tahun terakhir, kinerja ekspor memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap perilaku konsumsi rumah tangga.
Kinerja ekspor berprospek tumbuh cukup tinggi tahun 2011 dan 2012 akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan berkontribusi pada kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Faktor lain yang memberi kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga adalah pembiayaan dari perbankan, terutama dalam bentuk kredit konsumsi.
Konsumsi Pemerintah riil pada tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai 10,3%-10,8%, dan pada tahun 2012 tumbuh 1,5%-2,0%.
Konsumsi Pemerintah pada tahun 2011 yang cukup tinggi terutama diprakirakan berasal dari belanja pemerintah pusat, yaitu untuk kementrian/lembaga (K/L).
Hal tersebut sejalan dengan program Pemerintah untuk melakukan perbaikan penyerapan anggaran K/L seiring dengan dimulainya pelaksanaan revisi Keppres terkait pengadaan barang dan jasa serta revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait anggaran dan pembayaran kepada pihak ketiga.
Sumber konsumsi Pemerintah diprakirakan juga berasal dari komponen belanja pegawai untuk perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan.
Selanjutnya untuk tahun 2012, konsumsi Pemerintah diprakirakan melambat seiring dengan defisit fiskal yang lebih rendah karena upaya Pemerintah untuk menetapkan kebijakan fiskal yang prudent.
Kondisi fiskal yang prudent diharapkan mampu meningkatkan stabilitas makroekonomi secara umum, yang akan berdampak positif bagi iklim investasi ke depan.
Kondisi perekonomian yang positif menjadi faktor utama yang akan mengundang investasi sehingga investasi diprakirakan tumbuh 10,4%-10,9% tahun 2011 dan meningkat menjadi 12,1%-12,6% tahun 2012.
Prospek investasi yang cerah tersebut didorong berbagai faktor, antara lain stabilitas makroekonomi yang diprakirakan tetap terjaga, potensi kenaikan rating Indonesia mencapai investment grade tahun 2011, iklim investasi yang membaik, perbaikan birokrasi pemerintahan, serta potensi pasar di Indonesia karena besarnya jumlah populasi dibanding dengan kawasan regional lain di Asia Tenggara.
Prospek investasi tersebut tercermin pada prakiraan Consensus Forecasts bulan November 2010, yang menyebutkan investasi langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment/FDI) ke Indonesia tahun 2010 dapat mencapai 9,3 miliar dolar AS, atau sekitar 1,2% dari PDB.
Jumlah tersebut lebih tinggi dibanding estimasi aliran FDI pada tahun 2010 sebesar 9,0 miliar dolar AS.
Dibanding dengan kawasan regional lainnya di Asia, Indonesia berpotensi menjadi negara tujuan utama aliran FDI setelah China, India, dan Singapura.
Perbaikan iklim investasi di Indonesia juga disertai dengan perbaikan untuk melakukan usaha/bisnis di Indonesia.
Hasil survey World Bank dan International Finance Corporation (IFC) dalam publikasinya Doing Business 2011 menunjukkan indikator kemudahan berbisnis di Indonesia mencatat peningkatan untuk beberapa hal memulai bisnis, ijin pembangunan, pendaftaran properti, serta ekspor.
Namun secara relatif, jika dibanding dengan 183 negara yang disurvey dalam Doing Business 2011, Indonesia mengalami penurunan ranking untuk tahun 2011 menjadi 121, dari 115 pada tahun sebelumnya.
Penurunan ranking tersebut terjadi karena reformasi kemudahan berbisnis di negara lain tercatat lebih baik dibanding reformasi di Indonesia.
Ke depan, Indonesia perlu melanjutkan berbagai perbaikan untuk mendorong kemudahan berbisnis sehingga dapat mengundang aliran investasi yang lebih tinggi.
Seiring dengan volume perdagangan dunia yang diprakirakan tumbuh tinggi, ekspor barang dan jasa diprakirakan tumbuh sekitar 7,1%-7,6% tahun 2011 dan 7,9%-8,4% tahun 2012.
Komoditas ekspor Indonesia secara historis sangat terkait erat dengan aktivitas perdagangan dunia.
Pada tahun 2011-2012, pertumbuhan ekonomi dunia yang diprakirakan berkisar 4% akan disertai dengan kegiatan perdagangan yang tumbuh sekitar 7%.
Di tengah kondisi perdagangan dunia yang tumbuh kuat tersebut, kinerja ekspor Indonesia diprakirakan dapat merespons dengan positif.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor Indonesia ke negara berkembang cenderung meningkat, misalnya pangsa ekspor nonmigas ke China tahun 2010 tercatat sekitar 10%, lebih tinggi dibanding pangsa tahun 2005 sekitar 6%.
Sebaliknya, pangsa ekspor nonmigas ke Amerika Serikat tahun 2010 sekitar 11%, menurun dibanding dengan pangsa tahun 2005 sekitar 14%.
Kecenderungan ini diprakirakan terus berlangsung pada tahun-tahun mendatang, dan menjadi faktor pendorong kuatnya potensi pertumbuhan ekspor.
Hal itu terlihat dari volume perdagangan dunia di negara-negara berkembang yang pada tahun 2011 diprakirakan tumbuh sekitar 9,5%, lebih tinggi dibanding dengan volume perdagangan dunia di negara-negara maju sekitar 5,6%.
Selain faktor permintaan, kinerja ekspor Indonesia juga akan tumbuh kuat dengan dorongan dari tren kenaikan harga komoditas.
Harga komoditas tahun 2011 dan 2012 yang diprakirakan tumbuh positif akan memberi insentif bagi eksportir, terutama untuk melakukan ekspor komoditas berbasis sumber daya alam.
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah ekspor komoditas berbasis sumber daya alam/SDA (komoditas pertanian, pertambangan, dan kelapa sawit) menunjukkan tren peningkatan.
Kuatnya permintaan domestik dan tingginya pertumbuhan ekspor akan mendorong impor barang dan jasa untuk tumbuh sekitar 9%-10% tahun 2011-2012.
Peningkatan kinerja ekspor akan mendorong permintaan terhadap barang input untuk produksi lebih lanjut.
Barang input tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Barang produksi dari luar negeri dipenuhi dalam bentuk impor.
Dengan demikian, kinerja ekspor yang tumbuh kuat akan menyebabkan pertumbuhan impor pada tren yang sama.
Selain itu, kuatnya ekspor akan menghasilkan income effect bagi masyarakat rumah tangga.
Dalam kondisi demikian, rumah tangga di Indonesia akan cenderung melakukan konsumsi barang tahan lama yang antara lain juga dipenuhi dalam bentuk impor barang konsumsi, hal ini menjadi faktor berikutnya bagi potensi peningkatan impor pada tahun 2011-2012.
Hal yang sama terjadi pada impor barang modal, seiring dengan prospek investasi yang diprakirakan terus mengalami akselerasi.
Investasi yang dilakukan untuk menambah kapasitas produksi akan mendorong impor mesin-mesin.
Sementara itu, investasi dalam bentuk pembangunan infrastruktur akan menyebabkan impor alat berat dan alat angkut mengalami peningkatan.
Secara umum, potensi peningkatan impor dapat terjadi seiring dengan perbaikan proses ekonomi yang terus berlangsung.
Prospek Penawaran Agregat
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan terutama didukung oleh sektor industri; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Kontribusi ketiga sektor tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai lebih dari 60% pada tahun 2010-2012.
Sektor PHR serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan dua sektor yang diprakirakan tumbuh relatif tinggi pada periode 2010-2012, seiring dengan kuatnya permintaan domestik dan membaiknya kondisi perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi pada periode 2010-2012 diprakirakan masih akan tetap didominasi oleh nontraded sector.
Sektor industri pengolahan diprakirakan tumbuh 4,0%-4,5% pada tahun 2011, dan meningkat mencapai 4,1%-4,6% pada tahun 2012.
Sektor industri pengolahan telah menunjukkan geliat aktivitas yang lebih tinggi sejak triwulan IV 2009, seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi baik domestik maupun eksternal.
Optimisme membaiknya kinerja sektor industri pengolahan tercermin dari industrial production index (IPI) yang menunjukkan tren meningkat.
Selain itu, impor bahan baku yang cenderung meningkat akhir-akhir ini  mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan di sektor industri pengolahan, terutama industri yang memiliki kandungan impor dalam struktur inputnya.
Pengadaan impor bahan baku semakin murah, seiring dengan tren penguatan rupiah yang masih berlanjut.
Sementara itu pemulihan kondisi ekonomi domestik dan global yang terus berlangsung memberikan optimisme akan meningkatnya permintaan baik dari dalam negeri, maupun luar negeri.
Menguatnya permintaan tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor dan konsumsi masyarakat yang masih tumbuh cukup tinggi, kondisi ini sangat kondusif bagi berkembangnya sektor industri pengolahan.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) diprakirakan memiliki kinerja yang prospektif dan tumbuh tinggi sekitar 9,2%-9,7% tahun 2011-2012.
Perkembangan kinerja sektor PHR sangat dipengaruhi oleh aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat dan perkembangan daya beli masyarakat.
Hasil survey konsumen BI menunjukkan ekspektasi penghasilan masyarakat berada pada level optimis dengan indeks di atas 100.
Kondisi tersebut mengindikasikan kuatnya daya beli masyarakat di masa yang akan datang.
Indikator lain yaitu indeks perdagangan eceran telah bertengger di atas level 100 dengan tren meningkat mencerminkan optimisme dalam kegiatan perdagangan dan perkembangan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Berbagai perkembangan tersebut memberikan indikasi akan meningkatnya kegiatan di sektor PHR.
Faktor lain yang mendukung perkembangan sektor PHR yaitu kenyataan bahwa Indonesia merupakan pasar yang potensial.
Besarnya potensi pasar Indonesia, selain didukung oleh kuatnya konsumsi masyarakat, juga didukung oleh besarnya pasar, baik dari sisi luas area maupun dari sisi jumlah penduduk.
Sementara itu, rencana pembangunan hotel di beberapa daerah di tanah air mulai tahun 2011 menunjukkan prospek ke depan yang positif pada subsektor ini.
Selain itu, rencana penambahan armada beberapa maskapai penerbangan dan pembukaan rute penerbangan baru baik domestik maupun luar negeri memperkuat ekspektasi cerahnya prospek ke depan subsektor hotel dan restoran Indonesia.
Jumlah wisatawan mancanegara diprakirakan semakin meningkat, yang didukung oleh stabilnya kondisi politik dan keamanan di Indonesia.
Sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan masih akan tumbuh cukup tinggi di kisaran 12,1%-12,6% tahun 2011 dan 10,8%-11,3% tahun 2012.
Subsektor komunikasi diprakirakan tetap menjadi motor pertumbuhan utama sektor pengangkutan dan komunikasi.
Investasi dan pembaruan teknologi yang terus menerus dilakukan dari tahun ke tahun dalam rangka perbaikan layanan kepada masyarakat serta masih luasnya pasar yang belum tersentuh memungkinkan subsektor ini mampu tumbuh cukup tingi.
Saat ini perkembangan internet, terutama di kota-kota besar kian marak, terutama terkait dengan pemanfaatan layanan data, kondisi ini diprakirakan masih akan berlanjut untuk beberapa tahun ke depan.
Kondisi ekonomi domestik yang terus membaik serta aktivitas berbagai sektor ekonomi yang semakin menggeliat menjadi pendukung meningkatnya kinerja subsektor pengangkutan.
Kondisi ekonomi yang membaik, aktivitas berbagai sektor ekonomi yang meningkat, serta daya beli masyarakat yang cukup kuat merupakan faktor-faktor yang akan mendorong kegiatan terkait dengan distribusi barang dan perjalanan masyarakat bertumbuh.
Meningkatnya angkutan kargo dan penumpang angkutan udara menjadi indikator optimisme subsektor pengangkutan ini.
Kegiatan perdagangan yang meningkat akan mendorong kegiatan bongkar muat barang.
Sementara itu meningkatnya aktivitas ekonomi akan meningkatkan aktivitas perjalanan dunia usaha.
Kondisi ini telah direspons oleh pelaku usaha di bidang penerbangan melalui penambahan armada angkut dan pembukaan rute baru.
Sektor pertanian diprakirakan tumbuh 2,7%-3,2% tahun 2011 dan meningkat menjadi 3,1%-3,6% tahun 2012.
Perkembangan sektor pertanian masih akan diwarnai fenomena anomali cuaca yang diprakirakan dapat memengaruhi produksi dan produktivitas sektor pertanian.
Tingginya curah hujan di sepanjang tahun 2010 di berbagai sentra bahan pangan menyebabkan rendahnya produksi bahan pangan.
Pertumbuhan produksi tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai juga menunjukkan perlambatan cukup signifikan, hal itu tercermin dari Angka Ramalan III 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
Selain dari tanaman bahan pangan, melambatnya sektor pertanian juga disumbang oleh melambatnya pertumbuhan subsektor perkebunan.
Perlambatan produksi perkebunan antara lain terjadi pada perkebunan karet dan kakao yang disebabkan oleh tingginya curah hujan.
Sejauh ini berbagai upaya yang direncanakan Pemerintah dalam menghadapi anomali cuaca masih menghadapi kendala.
Penyediaan infrastruktur pertanian seperti perbaikan irigasi dan pembangunan bendungan belum seluruhnya terlaksana.
Demikian pula terkait penyediaan bibit unggul berbagai jenis tanaman yang tahan terhadap hama dan cuaca.
Terkait dengan upaya menjaga ketahanan pangan nasional, Pemerintah akan mendorong pengembangan bahan pangan nasional yang lebih terarah pada tahun 2011.
Dalam RAPBN 2011, Pemerintah mengalokasikan Rp122 triliun untuk pembangunan proyek infrastruktur.
Proyek pembangunan infrastruktur untuk tahun 2011 antara lain diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Pemerintah berencana untuk memperbaiki layanan irigasi dan rawa seluas 3,45jt Ha melalui peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi masing-masing 56rb Ha dan 161rb Ha.
Dengan proyek infrastruktur pemerintah tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi pangan nasional.
Upaya lain dari pemerintah untuk meningkatkan produksi bahan pangan nasional yaitu mengupayakan penyediaan 1 juta hektar lahan olahan baru untuk mendorong peningkatan hasil bahan pangan di luar Jawa dan Sumatera.
Pengembangan perkebunan ke depan juga akan lebih terfokus, terutama pada komoditas-komoditas yang berpotensi meningkatkan kinerja sektor pertanian.
Fokus pembangunan perkebunan 2011 mencakup beberapa kegiatan revitalisasi perkebunan seperti peningkatan produktivitas, perluasan lahan, peremajaan dan rehabilitasi.
Untuk program revitalisasi terutama ditujukan untuk tanaman sawit, karet dan kakao.
Terkait rencana pemerintah melakukan substitusi 3% bahan bakar fosil pada tahun 2014, pemerintah merencanakan akan mengembangkan bahan tanaman bio-energi yaitu kelapa sawit, kelapa, jarak pagar dan kemiri sunan; tanaman kakao.
Selain itu pemerintah juga akan mendorong perkembangan tanaman tebu dalam rangka persiapan swasembada gula tahun 2014.
Sementara itu, untuk mempertahankan pangsa pasar internasional serta penetrasi pasar baru produk-produk perkebunan Indonesia, pemerintah akan mendorong pengembangan kelapa sawit, karet, kakao, kopi, kelapa, jambu mete, lada, tembakau, teh dan nilam.
Realisasi pembangunan berbagai proyek infrastruktur diprakirakan meningkat sehingga sektor bangunan berpotensi tumbuh 7,5%-8,0% tahun 2011 serta 7,8%-8,3% tahun 2012.
Selain proyek yang memang dijadwalkan akan dibangun tahun 2011, berbagai proyek yang tertunda pembangunannya pada tahun 2010, akan dilaksanakan di tahun 2011.
Dalam APBN 2011 Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur sebesar Rp122 triliun.
Namun demikian dana sebesar itu diprakirakan tidak cukup untuk membiayai semua proyek yang akan dilaksanakan tahun 2011.
Untuk itu Pemerintah membuka secara luas peluang partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur.
Selain proyek-proyek infrastruktur, meningkatnya kegiatan di sektor bangunan juga didukung oleh pembangunan properti.
Dengan kemampuan daya beli masyarakat yang masih kuat, bisnis properti ikut terdorong.
Maraknya pembangunan proyek infrastruktur dan proyek properti direspons oleh produsen semen dengan meningkatkan target pertumbuhan penjualan tahun 2011 sebesar 10% dibanding tahun 2010.
Pertumbuhan penjualan semen sebesar 10% tersebut lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan konsumsi semen selama ini yang berkisar 5%-7% per tahun.

Sumber: http://kominfonewscenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=983:prospek-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2011-2012&catid=36:nasional-khusus&Itemid=54
Jam: 14.00
Tanggal : 30 Mei 2011

Senin, 09 Mei 2011

Angka Kematian Bayi di Indonesia


NO
PROVINSI
1990
1994
1997
1999
2003
2007
1
Sumatra Utara
61
61
45
41
42
46
2
Sumatra Barat
74
68
66
48
48
47
3
DKI Jakarta
40
30
26
24
35
28
4
Jawa Tengah
65
51
45
36
36
26
5
Kalimantan Timur
58
61
51
33
42
26
6
Sulawesi Selatan
70
64
63
36
47
41
7
Bali
51
58
40
31
14
34
8
Nusa Tenggara Barat
145
110
111
81
74
72
9
Maluku
76
68
30
40
Na
59
10
Papua
80
61
64
52
Na
36
Na          : Tidak berlaku
Kesehatan dan gizi merupakan bagian dari indikator kesejahteraan penduduk dalam
hal kualitas fisik, salah satu indikator utama adalah angka kematian bayi (AKB) dan
angka harapan hidup. Berdasarkan SDKI (tabel 3.7) telah terjadi penurunan AKB
secara signifikan selama 4 tahun survei dari 66 per 100 kelahiran hidup pada tahun
1994 menjadi 39 per 100 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Provinsi Nusat Tenggara Barat ( 72 per 1000 KH) yang sebelumnya pada tahun 2002/03 merupakan provinsi dengan AKB tertinggi, ada sedikit perbaikan, namun demikian masih merupakan 3 (tiga) wilayah dengan AKB tertinggi. Beberapa faktor yang menyebabkan tinggi AKB, mengutif yang dilansir kompas cakupan beberapa imunisasi rutin yang wajib diberikan sesuai program pemerintah cenderung menurun. Hal ini mengakibatkan sejumlah penyakit
infeksi pada bayi, seperti campak, belum teratasi dan masih mengancam bayi yang
tidak diimunisasi.
Campak merupakan penyakit yang ditandai oleh demam tinggi dan adanya
bintik-bintik merah. Penyakit ini di dunia membunuh satu dari 1.000 kasus infeksi.
Tidak tercapainya target imunisasi hingga mencakup semua bayi, di beberapa
daerah, antara lain disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas
bahkan keliru terhadap imunisasi, terutama di perkotaan. Adapun di pedesaan
karena minimnya infrastruktur dan rendahnya cara hidup sehat.
Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada program-program penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai salah satu indikator penting dalam kesehatan masyarakat. AKB telah menurun dari 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2005, dan diproyeksikan terus menurun menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. AKB ini sangat penting, karena tinggiya AKB menunjukkan rendanya kualitas perawatan selama masa kehamilan, ssat persalinan, masa nifas, status gizi dan penyakit infeksi.
Berdasarkan laporan Analisa Uji Coba di Indonesia pada tahun 2005-2006 yang disusun oleh WHO yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI, tetanus juga masih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan maternal dan neonatal. Kematian akibat tetanus di Negara berkembang 135 kali lebih tinggi dari pada negara maju. Di Indonesia sekitar 9.8% (18032 bayi) dari 184 ibu kelahiran bayi menghadapi kematian : imunisasi tetanus tetap rendah.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, Tetanus Neonatrum (TN) merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi yang menempati urutan ke 5 dengan proporsi 5.5%. Kematian akibat kasus Tetanus Neonatrum (TN) disebabkan oleh infeksi basil tetani dalam bentuk spora tahan bertahun-tahun di tanah dan saluran cerna, oleh karena itu penyakit TN tidak dapat di basmi melainkan hanya di tekan angka kejadian TN himgga di bawah 1/10.000 kelahiran hidup. Salah satu factor risiko TN adalah tidak adanya kekebalan terhadap infeksi tetanus. Rwndahnya cakupan imunisani Tetanus terhadap ibu hamil di Indonesia menyebabkan kontribusi kematian karena TN terhadap kematian neonatal masih cukup tinggi yaitu 22%